Selasa, 29 Mei 2012

Review Buku Sistem Sosial Indonesia karangan Nasikun


Dosen penulis di UGM, J. Nasikun, menulis sebuah buku tipis berjudul “Sistem Sosial Indonesia”  (terbit pertama kali 1984). Buku itu adalah buku pegangan bagi mahasiswa tahun pertama di program sarjana sosiologi kala itu untuk matakuliah wajib yang berjudul sama Sistem Sosial Indonesia.Waktu itu, karena hanya berorientasi pada mencari nilai bagus, penulis hanya membaca bab per-bab buku itu sebatas bisa mengerjakan tugas dan menjawab soal-soal ujian. Penulis tidak membeli buku itu dan hanya memfotokopinya sesuai kebutuhan kuliah saja.Tak banyak yang penulis ingat dari perkuliahan tersebut. Salah satu yang masih membekas adalah sebuah paparan tentang model “masyarakat majemuk” sebagai gambaran tentang sistem sosial di Indonesia, yang berbeda dengan model klasifikasi sosial di Barat.Pada Februari 2009, enam tahun setelah lulus sarjana, penulis berkesempatan membeli buku tipis yang dicetak ulang 16 kali itu. Meskipun menghuni rak buku penulis sejak itu, namun baru sekitar awal 2010 penulis menyempatkan diri membaca tuntas isi buku tersebut. Sebagai orang yang sekarang mengajar sosiologi, khususnya teori-teori sosiologi, penulis sangat terkesima setelah menuntaskan membaca buku itu.Ada empat hal yang menurut penulis patut dikagumi dari tulisan Nasikun tersebut. Pertama, buku tipis itu merupakan uraian yang sederhana namun mendasar tentang masalah konflik dan integrasi sosial di Indonesia menggunakan dua kerangka teoritik sosiologis: fungsionalisme-struktural dan teori konflik.Nasikun berangkat dari dua rumusan masalah yang sangat fundamental, yaitu: 1) “faktor-faktor laten apakah yang sesungguhnya telah menyebabkan semua pertentangan tersebut, dan yang senantiasa akan menjadi sumber yang bersifat laten pula bagi konflik-konflik sosial yang mungkin saja terjadi di Indonesia di kemudian hari? (Nasikun 2007:5)”; dan 2) “faktor-faktor apakah yang sebaliknya mengintegrasikan masyarakat Indonesia yang memiliki kondisi-kondisi konflik macam itu? (h. 7-8).”Dari dua rumusan masalah dasar tersebut, mudah diduga Nasikun beranjak pada uraian tentang teori fungsionalisme-struktural dan teori konflik. Meskipun isinya menjelaskan sistem sosial masyarakat Indonesia secara umum, namun penyampaian isi buku tersebut dilandaskan pada suatu kerangka teoritik yang kuat, yaitu mencoba menggunakan pendekatan fungsionalisme. Singkat kata, buku tipis itu disusun dalam sebuah kerangka berpikir yang jelas.Kedua, meskipun tidak tertulis secara eksplisit, data-data yang disampaikan dalam buku tipis itu diperoleh dari konsistensi Nasikun memilih dan menggunakan suatu metode penelitian yaitu: studi pustaka. Konsistensi inilah yang membuat Nasikun tidak menghadapi kebingungan untuk memasukkan informasi dari sumber-sumber lain (wawancara ataupun observasi lapangan).Melakukan studi pustaka bukanlah suatu hal yang mudah. Dibutuhkan suatu kebiasaan dan keterampilan membaca dan menuliskannya kembali dalam suatu rangkaian paragraf yang argumentatif. Problem terbesar dari metode studi pustaka adalah peneliti tidak bisa bertanya tentang informasi yang lebih detail. Apa yang tersaji, ya sudah itu! Tidak bisa ditambah lagi. Pada taraf ini, Nasikun berhasil mengatasi kesulitan melakukan studi pustaka.Ketiga, meskipun buku itu hanya setebal 108 halaman, kalimat-kalimat argumentatif yang disusun Nasikun sudah cukup untuk menggiring pembacanya pada sebuah konklusi: masyarakat Indonesia yang majemuk ini menyimpan potensi konflik tinggi, tapi tidak selalu meledak menjadi kekerasan karena adanya hubungan saling-menyilang (cross-cutting affiliations) yang senantiasa menghasilkan loyalitas saling-menyilang (cross-cutting loyalities) pula (Ibid.:108).Saling-menyilang antara kelas sosial dan kelompok sosial dalam masyarakat yang majemuk seperti Indonesia menjadi alasan tentang mengapa Indonesia bisa bertahan sampai saat ini sekalipun harus berhadapan dengan berbagai potensi pertentangan. Sebuah konklusi yang ilmiah, namun sekaligus pula dapat diperdebatkan.Keempat, Nasikun secara sadar menyampaikan bahwa apa yang ditulisnya itu hanyalah sebagian dari kemungkinan temuan-temuan yang lain. Tulisnya, “buku kecil ini tidaklah dimaksudkan sebagai suatu usaha untuk menjelajah dan membeberkan semua pendekatan teoritik yang dikenal di dalam sosiologi (Ibid:8).”Kalimat itu sekaligus menjadi sebuah pembelaan bahwa argumentasi penulis buku ini bisa jadi tidak sepenuhnya benar jika melihat masyarakat Indonesia menggunakan perspektif yang berbeda. Kalimat tersebut jelas merupakan sebuah ajakan (untuk tidak menyebut sebagai tantangan) bagi siapapun untuk melakukan penelusuran lebih mendalam tentang fenomena-fenomena sosial di Indonesia menggunakan perspektif yang berbeda demi mendapatkan suatu gambaran yang utuh tentang masyarakat Indonesia..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar