Review Buku Sistem Sosial Indonesia karangan Nasikun
Dosen penulis di UGM, J. Nasikun, menulis sebuah buku tipis berjudul “Sistem Sosial Indonesia” (terbit pertama kali 1984). Buku itu
adalah buku pegangan bagi mahasiswa tahun pertama di program sarjana sosiologi
kala itu untuk matakuliah wajib yang berjudul sama Sistem Sosial Indonesia.Waktu itu, karena hanya
berorientasi pada mencari nilai bagus, penulis hanya membaca bab per-bab buku
itu sebatas bisa mengerjakan tugas dan menjawab soal-soal ujian. Penulis tidak
membeli buku itu dan hanya memfotokopinya sesuai kebutuhan kuliah saja.Tak banyak yang penulis ingat
dari perkuliahan tersebut. Salah satu yang masih membekas adalah sebuah paparan
tentang model “masyarakat majemuk” sebagai gambaran tentang sistem sosial di
Indonesia, yang berbeda dengan model klasifikasi sosial di Barat.Pada Februari 2009, enam tahun
setelah lulus sarjana, penulis berkesempatan membeli buku tipis yang dicetak
ulang 16 kali itu. Meskipun menghuni rak buku penulis sejak itu, namun baru
sekitar awal 2010 penulis menyempatkan diri membaca tuntas isi buku tersebut.
Sebagai orang yang sekarang mengajar sosiologi, khususnya teori-teori
sosiologi, penulis sangat terkesima setelah menuntaskan membaca buku itu.Ada empat hal yang menurut
penulis patut dikagumi dari tulisan Nasikun tersebut. Pertama, buku tipis itu
merupakan uraian yang sederhana namun mendasar tentang masalah konflik dan
integrasi sosial di Indonesia menggunakan dua kerangka teoritik sosiologis: fungsionalisme-struktural dan teori konflik.Nasikun berangkat dari dua
rumusan masalah yang sangat fundamental, yaitu: 1) “faktor-faktor laten apakah yang
sesungguhnya telah menyebabkan semua pertentangan tersebut, dan yang senantiasa
akan menjadi sumber yang bersifat laten pula bagi konflik-konflik sosial yang
mungkin saja terjadi di Indonesia di kemudian hari? (Nasikun 2007:5)”; dan 2)
“faktor-faktor apakah yang sebaliknya mengintegrasikan masyarakat Indonesia
yang memiliki kondisi-kondisi konflik macam itu? (h. 7-8).”Dari dua rumusan masalah dasar
tersebut, mudah diduga Nasikun beranjak pada uraian tentang teori
fungsionalisme-struktural dan teori konflik. Meskipun isinya menjelaskan sistem
sosial masyarakat Indonesia secara umum, namun penyampaian isi buku
tersebut dilandaskan pada suatu kerangka teoritik yang kuat, yaitu mencoba
menggunakan pendekatan fungsionalisme. Singkat kata, buku tipis itu disusun
dalam sebuah kerangka berpikir yang jelas.Kedua, meskipun tidak tertulis
secara eksplisit, data-data yang disampaikan dalam buku tipis itu diperoleh
dari konsistensi Nasikun memilih dan menggunakan suatu metode penelitian yaitu:
studi pustaka. Konsistensi inilah yang membuat Nasikun tidak
menghadapi kebingungan untuk memasukkan informasi dari sumber-sumber lain
(wawancara ataupun observasi lapangan).Melakukan studi pustaka bukanlah
suatu hal yang mudah. Dibutuhkan suatu kebiasaan dan keterampilan membaca dan
menuliskannya kembali dalam suatu rangkaian paragraf yang argumentatif. Problem
terbesar dari metode studi pustaka adalah peneliti tidak bisa bertanya tentang
informasi yang lebih detail. Apa yang tersaji, ya sudah itu! Tidak bisa
ditambah lagi. Pada taraf ini, Nasikun berhasil mengatasi kesulitan melakukan
studi pustaka.Ketiga, meskipun buku itu hanya
setebal 108 halaman, kalimat-kalimat argumentatif yang disusun Nasikun sudah
cukup untuk menggiring pembacanya pada sebuah konklusi: masyarakat Indonesia
yang majemuk ini menyimpan potensi konflik tinggi, tapi tidak selalu meledak
menjadi kekerasan karena adanya hubungan saling-menyilang (cross-cutting
affiliations) yang senantiasa menghasilkan loyalitas saling-menyilang (cross-cutting
loyalities) pula (Ibid.:108).Saling-menyilang antara kelas
sosial dan kelompok sosial dalam masyarakat yang majemuk seperti Indonesia
menjadi alasan tentang mengapa Indonesia bisa bertahan sampai saat ini
sekalipun harus berhadapan dengan berbagai potensi pertentangan. Sebuah
konklusi yang ilmiah, namun sekaligus pula dapat diperdebatkan.Keempat, Nasikun secara sadar
menyampaikan bahwa apa yang ditulisnya itu hanyalah sebagian dari
kemungkinan temuan-temuan yang lain. Tulisnya, “buku kecil ini tidaklah
dimaksudkan sebagai suatu usaha untuk menjelajah dan membeberkan semua
pendekatan teoritik yang dikenal di dalam sosiologi (Ibid:8).”Kalimat itu sekaligus menjadi
sebuah pembelaan bahwa argumentasi penulis buku ini bisa jadi tidak sepenuhnya
benar jika melihat masyarakat Indonesia menggunakan perspektif yang berbeda.
Kalimat tersebut jelas merupakan sebuah ajakan (untuk tidak menyebut sebagai tantangan)
bagi siapapun untuk melakukan penelusuran lebih mendalam tentang
fenomena-fenomena sosial di Indonesia menggunakan perspektif yang berbeda demi
mendapatkan suatu gambaran yang utuh tentang masyarakat Indonesia..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar