Pendahuluan
Berdasarkan perspektif ilmu hukum administrasi,
ada dua jenis hukum administrasi, yaitu pertama,hukum administrasi umum (allgemeem
deel), yakni berkenaan dengan teori-teori dan prinsip-prinsip yang berlaku
untuk semua bidang hukum administrasi, tidak terikat pada bidang-bidang
tertentu, kedua hukum administrasi khusus (bijzonder deel), yakni
hukum-hukum yang terkait dengan bidang-bidang pemerintahan tertentu seperti
hukum lingkungan, hukum tata ruang, hukum kesehatan dan sebagainya.
Lingkungan hidup sebagai media hubungan timbal balik antara
makhluk hidup dengan unsur alam yang terdiri dari berbagai macam proses ekologi
yang merupakan suatu kesatuan. Proses-proses tersebut merupakan mata rantai
atau siklus penting yang menentukan daya dukung lingkungan hidup terhadap
pembangunan. Lingkungan hidup juga mempunyai fungsi sebagai penyangga
perikehidupan yang sangat penting, oleh karena itu pengelolaan dan pengembangannya
diarahkan untuk mempertahankan keberadaannya dalam keseimbangan yang dinamis
melalui berbagai usaha perlindungan dan rehabilitasi serta usaha pemeliharaan
keseimbangan antara unsur-unsur secara terus menerus oleh pemerintahan. Oleh
karena itu hukum administrasi negara sangat berpengaruh terhadap hukum
lingkungan dimana pemerintah harus melaksanakan tugas-tugasnya berdasarkan
asas-asas umum pemerintah yang layak yang berkaitan dengan izin menyangkut
lingkungan hidup.
Abstrak
Pada dasarnya definisi Hukum Administrasi Negara sangat sulit untuk dapat
memberikan suatu definisi yang dapat diterima oleh semua pihak, mengingat Ilmu
Hukum Administrasi Negara sangat luas dan terus berkembang mengikuti arah
pengolahan atau penyelenggaraan suatu Negara. Namun sebagai pegangan, E.
Utrecht mengatakan “Hukum Administarsi Negara adalah menguji hubungan hukum
istimewa yang diadakan agar memungkinkan para pejabat pemerintahan Negara
melakukan tugas mereka secara khusus. Jadi ada tiga ciri-ciri Hukum
Administarsi Negara :
1.
Menguji hubungan hukum istimewa
2.
Adanya para pejabat pemerintahan
3. Melaksanakan tugas-tugas istimewa
Dapat disimpulkan bahwa hukum administarsi negara adalah
hukum mengenai pemerintah atau eksekutif didalam kedudukannya, tugas-tuganya,
fungsi dan wewenangnya sebagai Administrator Negara.
2.2 HUBUNGAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA
DENGAN HUKUM LINGKUNGAN
Dalam pengertian sederhana, hukum
lingkungan diartikan sebagai hukum yang mengatur
tatanan lingkungan (lingkungan hidup), di mana lingkungan mencakup
semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah
perbuatannya yang terdapat dalam ruang di mana manusia berada dan mempengaruhi
kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia serta jasad-jasad hidup lainnya.
Dalam pengertian secara modern, hukum lingkungan lebih berorientasi
pada lingkungan atau Environment-Oriented Law, sedang hukum
lingkungan yang secara klasik lebih menekankan pada orientasi penggunaan
lingkungan atau Use-Oriented Law.
Hukum lingkungan dalam
bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu hukum yang paling
strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi hukum
administrasi, segi hukum pidana, dan segi hukum perdata. Dengan demikian,
tentu saja hukum lingkungan memiliki aspek yang lebih kompleks. Hubungan hukum lingkungan dengan
hukum administrasi negara dapat dilihat dari kasus-kasus lingkungan yang
terjadi, misalnya kasus AMDAL.
Dengan masuknya masalah lingkungan sebagai bagian dari
kebijaksanaan pembangunan maka pemerintah berwenang untuk mencampurinya,
artinya pemerintah mempunyai wewenang untuk mengatur, mengelola lingkungan
hidup. Dalam UUD 1945 ditegaskan “Bumi, Air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat (Pasal 33 (3) UUD 1945. Peranan HAN semakin dominan dan
penting karena menjadi dasar pijakan bagi tindakan pemerintah dalam mewujudkan
tugasnya dalam rangka menyelenggarakan public service khususnya dalam
pemberian izin menyangkut lingkungan hidup.
Dalam pelaksanaan lebih lanjut menyebutkan bahwa : “sumber
daya alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya bagi
kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh pemerintah”. Dan untuk
melaksanakan ketentuan itu maka pemerintah :
1.
Mengatur
dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup.
2.
Mengatur
penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup dan
pemanfaatan kembali sumbar daya alam termasuk sumber daya genetika.
3.
Mengatur
pembuatan hukum dan hubungan hukum antara orang atau subyek hukum lainya serta
perbuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber daya buatan, termasuk
sumber daya genetika.
4.
Mengendalikan
kegiatan yang mempunyai dampak sosial
5.
Mengembangkan
pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai peraturan
perundang – undangan yang berlaku.
Analisa Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup (AMDAL) yaitu kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi
proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaran usaha dan/atau kegiatan.
AMDAL diatur dalam dalam pasal 15 Undang-undang No 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2.3 KASUS
Lapindo
Brantas Inc. melakukan pengeboran gas melalui perusahaan kontraktor pengeboran
PT. Medici Citra Nusantara yang merupakan perusahaan afiliasi Bakrie Group.
Kontrak itu diperoleh Medici dengan tender dari Lapindo Brantas Inc. senilai
US$ 24 juta. Namun dalam hal perijinannya telah terjadi kesimpangsiuran
prosedur dimana ada beberapa tingkatan ijin yang dimiliki oleh lapindo yaitu
hak konsesi eksplorasi Lapindo diberikan oleh pemerintah pusat dalam hal ini
adalah Badan Pengelola Minyak dan Gas (BP MIGAS), sementara ijin konsensinya
diberikan oleh Pemerintah Propinsi Jawa Timur sedangkan ijin kegiatan aktifitas
dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Sidoarjo yang memberikan
keleluasaan kepada Lapindo untuk melakukan aktivitasnya tanpa sadar bahwa
Rencana Tata Ruang (RUTR) Kabupaten Sidoarjo tidak sesuai dengan rencana
eksplorasi dan eksploitasi tersebut.
Analisa Kasus
Lemabaga yang mempunyai wewenang menangani pengelolaan
lingkungan hidup secara keselurahan, ada dua tingkatan yaitu:
1. Lembaga yang mengelola lingkungan
hidup di tingkat nasional, dan
2. Lembaga yang mengelola lingkungan
hidup di tingkat daerah.
Wewenang kelembagaan ditingkat nasional ini diatur dalam
ketentuan pasal 16 ayat (1) UULH. Ketentuan ini mengandung arti bahwa wewenang
pengelolaan lingkungan hidup ditingkat nasional, berada ditangan Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup (MENKLH), yang mempunyai tugas pokok mengenai
hal-hal yang berhubungan dengan kependudukan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Serta mempunyai fungsi merumuskan kebijaksanaan, membuat perencanaan dan
mengkoordinasikan segala kegiatan di bidang kependudukan dan lingkungan hidup.
Dari tugas dan fungsi yang harus dijalankan oleh MENKLH itu nyata terlihat
demikian luas lingkup tugas koordinasi yang menjadi tanggungjawab MENKLH. Hal
mana memerlukan kerjasama yang serasi dan terpadu dengan berbagai departemen
dan lembaga pemerintah non departemen, terutama dalam kaitan dengan
kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup secara sektoral.
Sebagai contoh koordinatifnya wewenang MENKLH dapat terlihat dalam Teknis
Kawasan Industri. Dalam hal ini ditegaskan kewajiban dari Perusahaan Kawasan
Industri, yang antara lain ditentukan keharusan membuat analisis dampak
lingkungan (AMDAL) dan membangun fasilitas pengelolahan limbah industri.
Sehubungan dengan ini, meskipun izin pendirian perusahaan kawasan industri
berada ditangan Menteri Perindustrian, namun dengan adanya kewajiban seperti
yang disebutkan diatas, paling tidak Menteri Perindustrian mengadakan
koordinasi dengan MENKLH. Demikian pula dalam hal perusahaan kawasan industri
yang berlokasi di daerah, membutuhkan lahan/tanah yang luas maka penetapan
letak kawasan industri menjadi wewenang Gubernur (setelah berkonsultasi dengan
Bapedda) selaku pengelola di daerah.
Dalam kasus luapan lumpur Lapindo adalah salah satu contoh
kebijakan pembangunan yang dalam implementasinya telah terjadi pergeseran
orientasi, yaitu kebijakan pembangunan yang cenderung mengabaikan faktor
kelestarian lingkungan atau suatu kebijakan yang tidak memasukkan faktor
lingkungan sebagai hal yang mutlak untuk dipertimbangkan mulai dari tahap
perencanaan sampai dengan tahap pelaksanaannya. Salah satu contohnya adalah
tidak ditepatinya kebijakan lingkungan yang seharusnya menjadi bahan
pertimbangan sebelum suatu perusahaan mendapatkan izin untuk melakukan
usahanya. Pertimbangan kebijakan lingkungan tersebut antara lain : jarak rumah
penduduk dengan lokasi eksplorasi, mentaati standar operasional prosedur teknik
eksplorasi, dan keberlanjutan lingkungan untuk masa yang akan datang. Dimana
pemerintah juga harus melibatkan masyarakat dalam mengambil keputusan dan
kepentingan bersama yang harus diutamakan dan didukung. Kegiatan eksplorasi
harus mempertimbangkan lingkungan dan mendapat izin Ordonansi Gangguan (HO–Hinder
Ordonnantie).
2.4 HUBUNGAN KASUS YANG DIANGKAT DALAM
MAKALAH INI DENGAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG LAYAK
Pemerintah yang berwenang memberikan surat izin pada suatu
perindustrian harus berdasarkan pada asas-asas umum pemerintahan yang layak,
yaitu harus sesuai dengan asas kebijaksanaan, asas kecermatan, asas
penyelenggaraan kepentingan umum, dan asas keseimbangan. Apabila pemerintah
bertentangan dengan asas-asas ini, maka dapat menimbulkan kerugian terutama
terhadap masyarakat dan lingkungan.
Dapat kita lihat pada contoh kasus di atas dimana pemerintah
tidak cermat dan bijaksana dalam mengeluarkan surat perizinan pada PT. Lapindo,
pemerintah dalam mengeluarkan izin disini tidak melakukan peninjauan terlebih
dahulu terhadap perindustrian yang dibuat oleh PT. Lapindo. Sementara AMDAL
menentukan adanya syarat-syarat suatu perindustrian layak untuk
beroperasi, tetapi pemerintah tidak menghiraukan syarat-syarat ini. Jadi
pemerintah dalam hal ini telah melanggar asas penyelenggaraan kepentingan umum
yang tidak melihat pada masyarakat.
Dalam kasus ini yang sangat dirugikan adalah masyarakat
karena tidak sejalannya pemerintah dengan asas-asas pemerintah yang layak.
Semua dampak dari PT. Lapindo ini mengarah pada masyarakat, seperti terendamnya
pemukiman penduduk, pencemaran lingkungan, dan sebagainya. Tetapi pemerintah
malah dinilai lepas tangan dan tidak bertanggung jawab atas kasus ini.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sebagaimana yang telah kami paparkan
sebelumnya bahwa sejak pemerintah turut campur dalam berbagai segi kehidupan
masyarakat, masalah lingkungan hidup tidak lagi merupakan urusan orang
perorangan, melainkan sudah menjadi bagian dari kebijaksanaan pembangunan yang
dilaksanakan oleh pemerintah karena sudah merupakan bagian dari kebijaksanaan
pembangunan, maka pemerintah mempunyai wewenang untuk membantu, menata,
mengelolah, memelihara dan mengendalikan dan terutama mencegah terjadinya
kerusakan atau pencemaran lingkungan
Untuk mencegah dan mengalihkan
tingkah laku seseorang, badan atau lembaga agar tetap berada pada batas-batas
yang sesuai dengan daya dukung lingkungan yaitu kemampuan lingkungan untuk
mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, maka pemerintah
memerlukan sarana kebijaksanaan lingkungan. Saran tersebut dalam Hukum
Administrasi Negara adalah Perizinan dan AMDAL
Pemerintah dalam jabatannya juga
harus sesuai dengan AAUPL, dimana pemerintah yang mempunyai tugas untuk memberikan
surat perizinan kepada industri harus berdasarkan pada AAUPL, yaitu harus
sesuai dengan asas kebijaksanaan, asas kecermatan, dan asas penyelenggaraan
kepentingan umum. Apabila pemerintah bertentangan dengan asas-asas ini, maka
dapat menimbulkan kerugian terutama terhadap masyarakat dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
http://lightofpoetry.blogspot.com/2011/06/hubungan-hukum-lingkungan-dengan-han.html
repocytory.usu.ic.id/bitstream/12356789/5318/1/09E00193.pdf
Bahan
ajar Hukum Lingkungan
Bahan
ajar Hukum Administrasi Negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar